Notification

×

Iklan

Iklan

Urgensitas Konsolidasi Bank Syariah Dalam Pertarungan Global

11 Januari 2024 | Kamis, Januari 11, 2024 WIB | Last Updated 2024-01-11T09:26:50Z


Mohammad Nur Rianto Al Arif

(Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)


Perkembangan awal perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 dan beroperasi di tahun 1992. Perkembangan pesat dimulai setelah pengakuan penerapan dual banking system berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998. Kemudian pada tahun 2008, terbit UU No. 21 Tahun 2008 yang khusus mengatur mengenai perbankan syariah. Diharapkan dengan landasan hukum yang memadai akan mampu mengakselerasi pertumbuhan secara lebih cepat.


Salah satu pasal krusial dalam UU tersebut ialah dengan adanya kewajiban spin-off bagi unit usaha syariah yang telah memenuhi persyaratan. Tercatat terdapat lima unit usaha syariah yang melakukan spin-off dan berdiri menjadi bank umum syariah yaitu BRI Syariah dan Bank Syariah Bukopin di tahun 2008, BNI Syariah dan Bank BJB Syariah di tahun 2010, dan Bank BTPN Syariah di tahun 2014. Diharapkan dengan spin-off ini akan mampu mengakselerasi market share industri perbankan syariah melampaui target 5% yang telah dicanangkan akan tercapai di tahun 2008.


Namun data menunjukkan, bahwa sampai dengan tahun 2016 target market share industri perbankan syariah sebesar 5% tidak mampu tercapai. Target market share industri perbankan syariah baru tercapai setelah konversi penuh Bank Aceh menjadi bank umum syariah di tahun 2016. Proses konversi ini kemudian diikuti dengan Bank NTB dan Bank Riau Kepri di tahun 2018 dan 2022.


Salah satu hal yang seringkali menjadi penyebab kurang mampunya bank syariah dalam melakukan ekspansi pada proyek-proyek besar ialah ukuran bank syariah yang rata-rata masih kecil. Hal ini menjadi salah satu alasan merger yang dilakukan oleh pemerintah terhadap tiga bank umum syariah yaitu Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia di tahun 2021. Tujuan penggabungan bank syariah salah satunya ialah untuk mendorong bank sayriah lebih besar sehingga dapat masuk ke pasar global dan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Saat ini, Bank Syariah Indonesia telah menjadi bank syariah terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar lebih dari 40%. Akan tetapi, hal ini menjadi peta persaingan bank syariah di Indonesia tidak sehat karena terdapat satu bank syariah yang asetnya sangat besar yaitu mencapai Rp 319,84 triliun (data per 30 September 2023). Aset ini berbeda jauh dengan Bank Muamalat yang berada di posisi kedua yaitu hanya mencatatkan aset Rp 66,2 triliun. Oleh karenanya, penting bagi regulator untuk mendorong bank syariah lain untuk melakukan konsolidasi sehingga ke depan akan ada beberapa bank syariah lain yang seukuran dengan Bank Syariah Indonesia. Tulisan ini akan berupaya membahas urgensitas konsolidasi perbankan syariah agar dapat bertarung secara global.


Urgensi Konsolidasi Perbankan Syariah

Konsolidasi bank syariah merupakan strategi penting yang dapat dilakukan di Indonesia dengan alasan-alasan tertentu. Beberapa alasan tersebut melibatkan aspek efisiensi operasional, pertumbuhan industri perbankan syariah, dan daya saing global. Berikut adalah beberapa alasan mengapa konsolidasi bank syariah penting. Pertama, konsolidasi memungkinkan bank syariah untuk meningkatkan skala operasional mereka. Dengan menggabungkan sumber daya dan bisnis, bank dapat mencapai efisiensi operasional yang lebih tinggi. Ini mencakup penghematan biaya, optimalisasi penggunaan teknologi, dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan produk dan layanan.


Kedua, konsolidasi dapat mendukung diversifikasi layanan dan produk bank syariah. Dengan memiliki skala operasional yang lebih besar, bank dapat lebih mudah mengembangkan berbagai produk dan layanan keuangan syariah yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Ketiga, Dengan konsolidasi, bank syariah dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam penyediaan dana bagi proyek-proyek pembangunan dan investasi yang mematuhi prinsip-prinsip syariah. Ini mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan infrastruktur yang berkelanjutan. Selain itu, konsolidasi dapat memberikan keuntungan dalam penguatan modal dan ketahanan keuangan.


Keempat, konsolidasi dapat membantu bank syariah Indonesia meningkatkan daya saing mereka di tingkat global. Dengan memiliki bank syariah yang lebih besar dan lebih kompetitif, Indonesia dapat menjadi pusat keuangan syariah yang lebih signifikan di pasar internasional. Kelima, konsolidasi dapat menciptakan dorongan bagi inovasi di dalam sektor perbankan syariah. Bank yang lebih besar memiliki kemampuan untuk melakukan riset dan pengembangan yang lebih intensif, menciptakan produk dan layanan yang lebih inovatif, dan meningkatkan nilai tambah bagi nasabah. Keenam, konsolidasi dapat memberikan dampak positif terhadap kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan syariah. Bank yang lebih besar dan memiliki reputasi yang baik dapat meningkatkan kepercayaan nasabah dan pemangku kepentingan lainnya.


Tantangan Konsolidasi Perbankan Syariah

Proses konsolidasi bank syariah di Indonesia menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai kesuksesan. Beberapa tantangan tersebut melibatkan aspek regulasi, operasional, dan manajemen. Pertama, Keselarasan regulasi merupakan salah satu tantangan utama dalam konsolidasi bank syariah di Indonesia. Kedua, konsolidasi bank syariah seringkali melibatkan penyatuan dua entitas yang mungkin memiliki budaya perusahaan yang berbeda. Kesesuaian budaya perusahaan menjadi penting untuk mencapai integrasi yang sukses. Tantangan ini mencakup penyatuan nilai-nilai organisasi, praktik bisnis, dan budaya kerja.


Ketiga, integrasi sumber daya manusia dari bank-bank yang konsolidasi memerlukan manajemen yang efektif. Tantangan ini melibatkan harmonisasi struktur organisasi, penempatan karyawan, dan penyelarasan kebijakan sumber daya manusia agar sesuai dengan visi dan misi bank yang baru. Keempat, konsolidasi bank syariah seringkali melibatkan integrasi sistem teknologi informasi yang kompleks. Tantangan ini melibatkan pemilihan platform teknologi yang tepat, migrasi data yang aman, dan penyelarasan infrastruktur TI untuk mendukung operasional yang lancar setelah konsolidasi.


Kelima, proses konsolidasi dapat meningkatkan risiko operasional dan keuangan. Tantangan dalam manajemen risiko melibatkan identifikasi dan mitigasi risiko yang muncul selama proses integrasi, termasuk risiko reputasi, risiko operasional, dan risiko kepatuhan. Keenam, penentuan nilai yang adil dalam proses konsolidasi dapat menjadi kompleks, terutama jika bank-bank yang bersatu memiliki struktur keuangan yang berbeda. Tantangan ini mencakup penilaian aset, penilaian risiko, dan penentuan struktur modal yang optimal. Ketujuh, aspek teknis seperti penyatuan sistem perbankan syariah, infrastruktur IT, dan integrasi platform teknologi dapat menimbulkan tantangan teknis yang signifikan.

Kedelapan, penerimaan dari pemangku kepentingan seperti nasabah, regulator, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan konsolidasi. Tantangan ini mencakup komunikasi yang efektif dan upaya untuk memastikan dukungan dari semua pihak terlibat. Kesembilan, konsolidasi dapat menyebabkan perubahan besar dalam organisasi. Tantangan melibatkan manajemen perubahan yang efektif dan mengatasi potensi resistensi dari karyawan yang mungkin merasa tidak nyaman atau khawatir terkait perubahan tersebut. Kesepuluh, bank syariah harus memastikan pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip syariah yang konsisten dalam seluruh operasional setelah konsolidasi. Hal ini melibatkan koordinasi yang baik dalam memastikan bahwa semua produk dan layanan tetap sesuai dengan ketentuan syariah.


Langkah Strategi Konsolidasi Perbankan Syariah

            Terdapat beberapa Langkah strategis yang dibutuhkan agar proses konsolidasi perbankan syariah dapat berjalan lancer. Langkah awal yang penting adalah perencanaan strategis yang matang, dimana melibatkan identifikasi tujuan konsolidasi, penilaian aset dan kewajiban, serta penetapan rencana bisnis yang jelas dan terukur. Langkah kedua ialah memastikan kesesuaian dengan regulasi perbankan syariah dan regulasi terkait. Ketiga, melakukan komunikasi yang jelas dan terbuka kepada seluruh pemangku kepentingan mulai dari karyawan, nasabah, regulator, dan masyarakat.


Keempat, memilih pemimpin proyek yang kompeten, dimana ia harus mampu memimpin tim dengan efektif, mengelola perubahan, dan mengatasi tantangan yang muncul. Kelima, melakukan penilaian risiko yang komprehensif dan memetakan strategi mitigasi risiko. Keenam, memastikan bahwa sistem teknologi informasi dan infrastruktur TI dari bank-bank yang konsolidasi terintegrasi dengan baik. Ketujuh, pemilihan dan manajemen sumber daya manusia yang efektif adalah kunci kesuksesan. Ini mencakup harmonisasi struktur organisasi, pemilihan dan penempatan karyawan, serta upaya untuk membangun budaya perusahaan yang seragam.


Kedelapan, melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap kemajuan proses konsolidasi. Ini memungkinkan perbaikan dan penyesuaian seiring berjalannya waktu. Kesembilan, pemangku kepentingan, termasuk manajemen eksekutif, regulator, dan pemegang saham, perlu memiliki komitmen penuh terhadap kesuksesan konsolidasi. Kesepuluh, menggandeng konsultan dan ahli yang berpengalaman dalam proses konsolidasi bank syariah dapat memberikan pandangan objektif dan saran yang berharga. Mereka dapat membantu mengidentifikasi risiko, menyusun rencana aksi, dan memberikan panduan teknis.

=