Serambiupdate.com - Mahasiswa Jurusan Sastra Rusia Universitas Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), MNZ (19) menjadi korban pembunuhan oleh seniornya sendiri, yaitu Altafasalya Ardnika Basya (23) atau kerap dipanggil Altaf. Korban ditemukan tewas di kamar kosnya di Depok pada Jumat (4/8).
Setelah kasus ini diusut dan terungkap, Altaf membunuh korban karena ingin menguasai harta benda milik korban dengan tujuan dapat melunasi hutang akibat bermain kripto dan pinjaman online (pinjol) dirinya. Barang-barang yang diambil diantaranya MacBook, dompet dan iPhone.
Mananggapi ini, Zulpahmi selaku dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) menuturkan bahwa Cryptocurrency atau mata uang kripto adalah salah satu instrumen investasi yang cukup banyak diminati, terutama dari kalangan milenial dan gen Z. Meski begitu banyak diantara peminat kripto ini yang belum memahami benar jenis investasi yang satu ini. Akibatnya tidak sedikit di antara mereka yang mengalami kerugian cukup besar
“Menurut saya untuk investasi di kripto sangatlah tidak aman karena tidak memiliki underlying asset atau aset yang mendasari. Misalnya berinvestasi emas maka underlying asetnya adalah emas itu sendiri. Jadi saya menganjurkan lebih baik tidak mencoba-coba. Akan lebih baik jika mau berinvestasi di saham. Berinvestasi saham dapat diartikan sebagai investor memiliki persentase dari sebuah perusahaan dan dapat memperoleh keuntungan melalui kenaikan harga saham di pasar dan dividen. Berdasarkan hal tersebut, underlying asset dari saham adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek,” tutur Zulpahmi.
Zulpahmi juga mengingatkan pentinnya literasi keuangan. Literasi keuangan adalah pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola keuangan. Adanya kesadaran ini memiliki efek jangka panjang yang dapat menjaga kondisi keuangan tetap stabil, aman, dan sejahtera. Literasi keuangan tidak hanya penting untuk individu, tetapi juga berpengaruh dalam kemajuan perekonomian suatu negara.
“Dikutip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan memiliki 3 aspek penting. Ketiga aspek tersebut meliputi, Pengetahuan (Knowledge) yang artinya seorang individu memiliki pengetahuan atau informasi yang memadai tentang lembaga jasa keuangan, risiko, hak dan kewajiban konsumen, dan lain-lain. Kedua yaitu keterampilan (Skill), Keterampilan atau skill menandakan individu tersebut mampu menerapkan pengetahuan yang dia miliki untuk mengelola keuangan. Misalnya memperhitungkan risiko, menghitung bunga, dan lainnya.Dan yang ketiga keyakinan (Confidence), artinya ada rasa percaya terhadap uang yang disalurkan untuk diolah oleh lembaga atau jasa keuangan terpercaya. Sesuai dengan instrumen pilihan dan ketentuan yang ada,” jelas Zulpahmi.
Selanjutnya Zulpahmi memberikan tips agar tidak terjerat pinjaman online (pinjol) diantaranya cek legalitas, buat anggaran, hindari meminjam dalam jumlah besar, periksa platform pinjaman online, cermati syarat dan ketentuan, dan hindari pinjaman dengan bunga yang terlalu rendah. Ia melansir dari OJK perusahaan pemberi pinjaman online yang legal memiliki kriteria yaitu, terdaftar/berizin dari OJK, pinjol legal tidak pernah menawarkan melalui saluran komunikasi pribadi, pemberian pinjam akan diseleksi terlebih dahulu, bunga atau biaya pinjaman transparan, peminjam yang tidak dapat membayar setelah batas waktu 90 hari akan masuk ke daftar hitam (blacklist) Fintech Data Center sehingga peminjam tidak dapat meminjam dana ke platform fintech yang lain, mempunyai layanan pengaduan, mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, hanya mengizinkan akses kamera, mikrofon, dan lokasi pada gawai peminjam, dan pihak penagih wajib memiliki sertifikasi penagihan yang diterbitkan oleh AFPI.
“Tentu saya menyarankan lebih baik tidak melakukan pinjol. Pasalnya, pengajuan pinjaman belum tentu diterima, tetapi data-data nasabah sudah didapatkan. Selain itu, pinjaman online juga dinilai sangat merugikan konsumen. Misalnya, pengajuan pinjaman cuma Rp1 juta sampai Rp2 juta, tetapi sang penyedia pinjaman online bisa mendapatkan seluruh data nasabah yang nilainya bisa lebih dari itu. Banyak sekali dampak negatif nya, maka janganlah coba-coba untuk melakukan pinjol. Maka perlu diingat ciri-ciri pinjol illegal yaitu tidak terdaftar/tidak berizin dari OJK, menggunakan SMS/Whatsapp dalam memberikan penawaran, pemberian pinjaman sangat mudah, bunga atau biaya pinjaman serta denda tidak jelas, ancaman teror, intimidasi, pelecehan bagi peminjam yang tidak bisa membayar, tidak mempunyai layanan pengaduan, tidak mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang tidak jelas, meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam gawai peminjam, dan pihak yang menagih tidak mengantongi sertifikasi penagihan yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI),” tambah Zulpahmi.