Nana Istiqomah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat FIKES Uhamka
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang berjalan
berlarut-larut membawa berbagai dampak bagi anak. Anak secara alami butuh bermain
dan bersosialisasi dengan teman sebayanya yang bisa menjadi penunjang
pertumbuhan. Namun, selama PJJ ini berlangsung anak-anak pun menjadi bosan dan
mulai hilang semangat belajarnya, terlebih lagi kegiatan PJJ ini sudah
berlansung hampir satun tahun setengah lebih.
Banyak pula orang tua yang kewalahan
terhadap PJJ ini ada orang tua yang sibuk dengan kerjaannya, ada orang tua yang
tidak mengerti materi sekolah anaknya, sehingga membuat PJJ anak di rumah tidak
efektif. Terlebih lagi bagi para siswa yang kurang berkecukupan secara ekonomi
atau tinggal di pedalaman sehingga sulit
mengikuti PJJ.
Karena selama PJJ ini para siswa lebih
sering menggunakan gawai dalam kegiatan pembelajaran, maka Psikolog Elizabeth
T. Santosa, penulis buku Raising Children in Digital Era (2015) dalam siaran
YouTube FMB9ID_IKP tanggal 24 Juni 2021 mengatakan, tak kurang 65% anak sudah
ketergantungan gawai, bahkan bisa sampai tantrum.
Disini dapat dipahami bersama bahwa
penggunaan gawai ini cenderung membuat anak menjadi malas mengerjakan tugas,
anak sulit berkonstrasi, dan anak malah menggunakain gawainya untuk bermain
game.
Dampak PJJ berkepanjangan secara umum
meliputi ancaman anak menjadi putus sekolah, penurunan prestasi belajar, hingga
ancaman pada kesehatan mental serta psikis anak-anak. Hal tersebutlah yang
menjadi perhatian Kemendikbud, sehingga memberlakukan kebijakan Pembelajaran
Tatap Muka Terbatas (PTMT). Pembelajaran Tatap Muka Terbatas bisa digelar di
wilayah PPKM Level 1-3. Tentu, PTMT harus memenuhi berbagai syarat yang
ditetapkan sebagaimana panduan SKB 4 Menteri.
Pembelajaran tatap muka terbatas ini anak
bisa bersosialisai kembali dengan teman-temannya di sekolah sehingga kesehatan
mental pun tidak terjadi karena PPJ yang berkepanjangan. Di sisi lain, pandemi
Covid-19 juga masih menjadi ancaman. Dengan begitu, upaya mencegah penularan
Covid-19 demi menjaga keselamatan dan kesehatan anak tetap menjadi hal utama.
Maka titik inilah, Pembelajaran Tatap Muka Terbatas dengan disiplin protokol
kesehatan menjadi jalan tengah terbaik demi menyelamatkan anak. Baik
menyelamatkan secara psikis maupun fisik.
Orang tua, guru, kepala sekolah, serta
komite sekolah juga dibutuhkan kerjasama yang baik dalam membantu para anak
dalam beradaptasi kembali ke lingkungan sekolah. Guru juga harus memberikan
pembelajaran yang efektif dan maksimal dalam waktu pembelajaran tatap muka
terbatas. Sehingga diwaktu yang sangat terbatas di sekolah anak mampu memahami
pembelajaran secara baik.