Notification

×

Iklan

Iklan

Kebijakan dalam pemungutan pajak

04 Agustus 2021 | Rabu, Agustus 04, 2021 WIB | Last Updated 2021-08-04T11:36:01Z



Karya Fitri dhamimah

Mahasiswa D3 Perpajakan FEB Uhamka

Pemaknaan keadilan jauh lebih mudah dipahami jika posisi pemungut pajak (pemerintah) digunakan kata ‘pelayan’ atau ‘hamba’ bagi rakyat yang dilayani.

Jika pemungut pajak melakukan pungutan dengan menjadi ‘pelayan atau ’hamba’ maka wajibpajak dengan sendirinya akan menjadi ‘hamba’ sepanjang waktu (selama menjadi wajib pajak).

Itulah nasihat yang diberikan para sesepuh kepada Raja Rehabeam, anak dari Salomo yang menggantikannya. Nasihat keadilan pungutan pajak ditujukan karena rakyat pada saat itu menanggung pikulan/tanggungan pajak sangat berat. Rakyat meminta keringanan beban pajak yang dirasakan berat.

Kisah di atas menjadi cermin betapa tidak mudah melakukan pungutan pajak dengan adil. Makna tersebut juga tecermin ketika membaca polemik pungutan pajak e-commerce yang sudah ditetapkan Menteri Keuangan melalui PMK No.210/PMK.10/ 2018 (berlaku 1 April 2019).

Ketidakjelasan dan kesimpangsiuran informasi serta kekeliruan pemahaman seolah aturan tersebut melahirkan jenis pajak baru, menjadi dasar bagi menteri keuangan menarik kembali aturan tersebut.

Sekalipun PMK 210/2018 semata-mata menjadi aturan penegasan dalam memberi kemudahan kepada pebisnis e-commerce dalam peningkatan kepatuhan pajak, boleh jadi tidak sepenuhnya dipahami seperti itu. Di sinilah perlunya kebajikan melangkah yang patut dilakukan pemerintah.

Beralaskan Sistem

Perbincangan kepatuhan pajak menjadi ramai saat terbit Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2018 (mengubah PP 46/2013) yang menetapkan tarif PPh sebesar 0,5% bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM)/Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan omzet penghasilan Rp4,8 milar per tahun. Mengapa ramai? Karena masih banyak pelaku usaha belum patuh.

Kepatuhan beralaskan sistem sejatinya memberi pemahaman mudah. Sistem self-assessment mestinya sudah menjadi alas hak bagi pelaku bisnis menjadi patuh. Bahkan kepatuhan mestinya menjadi lebih tinggi ketika teknologi canggih dimanfaatkan sebagai mekanisme pengawasan terhadap pelaku bisnis.

Era digital menjadi masa ketika aspek peningkatan kepatuhan menjadi mudah dan beralaskan sistem. Era digital menjadi pemicu dikenakannya sanksi dan denda pajak (fine and penalties) bagi wajib pajak yang sengaja untuk tidak patuh. Misalnya penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) melalui gawai memberi cara peningkatan kepatuhan di era digital saat ini.


=