Serambiupdate.com - Mengusung tema Meraih Cita, Mengabdi Pada Bangsa, dan Menginspirasi Dunia, Uhamka menyelenggarakan Wisuda Doktor, Magister, Sarjana, dan Ahli Madya Tahun 2025 di Jakarta International Convention Center, Sabtu (20/12).
Dari total 3.243 peserta wisuda
yang dikukuhkan, kisah Michael Putra Tarigan hadir sebagai potret keberagaman
dan semangat persatuan di lingkungan pendidikan tinggi.
Sosoknya menjadi salah satu
cerita yang menarik perhatian. Lahir dan besar di Purbasaribu, Sumatera Utara,
Michael Adalah salah satu mahasiswa Uhamka beragama non-muslim. Ia pun menempuh
perjalanan Panjang, secara geografis, kultural, dan spiritual demi meraih
cita-citanya.
Meski Uhamka dikenal sebagai
kampus Islam yang dimiliki oleh Muhammadiyah, Michael memantapkan pilihannya
untuk melanjutkan pendidikan tingginya di Uhamka. Pilihan tersebut menjadi
langkah berani baginya, terlebih harus merantau jauh dari kampung halaman dan
beradaptasi dengan lingkungan baru yang berbeda dari tempat ia dibesarkan.
Bagi Michael, Uhamka bukan
sekadar institusi pendidikan, melainkan ruang bertumbuh yang mengajarkan
toleransi, kedisiplinan, dan nilai kemanusiaan. Ia merasakan suasana akademik
yang inklusif, di mana perbedaan dihargai dan dijadikan kekuatan bersama.
Dalam perjalanannya bersama
Uhamka, Michael sempat merasakan kecanggungan di awal masa perkuliahan.
Perbedaan budaya dan lingkungan menjadi tantangan tersendiri baginya. Namun,
suasana tersebut perlahan berubah seiring waktu. Ia menuturkan bahwa dosen, mahasiswa,
hingga tenaga kependidikan Uhamka menjunjung tinggi nilai toleransi dan saling
menghargai.
Bahkan, Michael tetap bersentuhan
dengan kekhasan pembelajaran kampus Muhammadiyah melalui mata kuliah Al-Islam
dan Kemuhammadiyahan (AIKA). Meski berbeda keyakinan karena berstatus agama
Kristen, ia tetap menjalaninya sebagai bagian dari proses belajar. Baginya,
AIKA menjadi ruang perenungan tentang nilai-nilai kemanusiaan, kejujuran, dan
pengabdian dalam perbedaan.
Bagi Michael, Uhamka bukan hanya
tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang bertumbuh. Di luar ruang kelas, ia mulai
membangun relasi, belajar membaca peluang, dan memperluas jejaring.
Lingkungan kampus yang terbuka
mempertemukannya dengan banyak orang dan pengalaman, hingga ilmu yang ia
peroleh tak berhenti sebagai pengetahuan semata, melainkan memberi dampak
nyata, membantunya meningkatkan taraf hidup keluarganya dan menata masa depan
dengan lebih baik.
Maka, Perjalanan Michael
menegaskan komitmen Uhamka sebagai institusi pendidikan yang menjunjung
inklusivitas di mana keberagaman tidak membatasi, melainkan menguatkan proses
meraih cita-cita.
