Notification

×

Iklan

Iklan

Peran Pemaafan Dalam Menjaga Kesehatan Jiwa Keluarga

10 Oktober 2024 | Kamis, Oktober 10, 2024 WIB | Last Updated 2024-10-10T02:38:20Z

Oleh dr Teuku Muhammad Iqbal Muttaqien, M.Med.Sc, Sp.KJ

Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa

 

World Mental Health Day (WMHD) atau lebih dikenal dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) diperingati setiap tahunnya pada tanggal 10 Oktober, untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental. Peringatan ini juga merupakan momentum untuk berbicara tentang kesehatan mental, bagaimana cara menjaganya, dan pentingnya mencari bantuan bila mengalami permasalahan.

 

Kesehatan mental pada dasarnya meliputi aspek biologi, psikologis, hubungan sosial seorang individu dan spiritual. Dari aspek tersebut, ada beragam pengaruh yang dihasilkan diantaranya cara berpikir seseorang dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku.

 

Akhir-akhir ini di Indonesia dihebohkan berita meninggalnya artis ternama secara mendadak Ibu Marissa haq hal ini menjadi kesedihan yang mendalam bagi suami tercinta ikang fawzi. Pasangan yang jauh dari ghibah ini, mengingatkan kita akan kesetiaan cinta Presiden BJ Habibie dan Ibu Ainun. Berita kesetiaan cinta masih jarang di Indonesia, Berita perceraian memenuhi beranda sosial media masyarakat.

 

Data Badan Pusat Statistik memaparkan kasus perceraian di Indonesia mengalami peningkatan 53,50% didapatkan sebanyak 447.743 kasus pada tahun 2021 dan pada tahun 2022 meningkat lagi 15,3% didapatkan 516.344 kasus perceraian yang tercatat. Perselisihan dan pertengkaran menjadi penyebab terbesar perceraian di Indonesia dan hal ini beresiko tinggi membuat kesehatan mental terguncang.

 

Untuk menjaga Kesehatan jiwa dalam keluarga, maka mengakhiri konflik dalam rumah tangga, merawat keharmonisan dan menguatkan kepuasan perkawinan adalah solusinya. Ada beberapa pilihan yang dilakukan pasangan saat terjadi konflik. Pertama, melawan konflik dengan perselisihan menggunakan emosi nada tinggi. Kedua, menghindar dari masalah serta menolak mengakhiri konflik. Ketiga, memberikan solusi konflik yang bertujuan pada perdamaian dan pemaafan.

 

Dalam perkawinan, pemaafan sangat berarti karena kaya akan manfaat, diantaranya bisa meningkatkan kepuasan perkawinan. Ketika individu memaafkan, maka perilaku memaafkan akan timbul dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Termasuk bisa membantu memulihkan komitmen serta kedekatan hubungan setelah terjadi kejadian yang menyakitkan.

 

Sifat memaafkan mengacu pada pemahaman seseorang yang cenderung memaafkan orang lain atas pelanggaran dalam berbagai keadaan, termasuk situasi yang melibatkan hubungan interpersonalnya. Proses memaafkan secara sadar mencakup kecenderungan untuk menjauhi dari pikiran, perasaan, serta perilaku negatif kepada pikiran, perilaku dan perasaan yang positif.  

 

Selain sebagai upaya menyelesaikan konflik rumah tangga, pemaafan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Pemaafan memegang kunci untuk memahami bagaimana individu dapat mempertahankan hubungan interpersonal yang baik ketika kesalahan telah terjadi di antara pasangan.

 

Namun apabila kesalahan yang terjadi adalah perselingkuhan ditambah kekerasan dalam rumah tangga maka itu ibarat api yang sedang menyala dan berpotensi menghanguskan keluarga, maka hal pertama yang dilakukan adalah melakukan berbagai upaya untuk memadamkan api tersebut. Namun jika upaya-upaya itu tidak lagi bisa memadamkan kobaran api, maka langkah terbaik bukanlah bertahan dalam kobaran api yang sudah pasti membahayakan, namun berupaya untuk menyelamatkan diri dan anggota keluarga yang lain agar tidak terbakar.

 

Akan tetapi jika masalah yang terjadi karena perbedaan pendapat, sama-sama lelah dalam bekerja atau sama-sama sedang tahapan lanjut pendidikan, maka pemaafan adalah solusi terbaik seperti hasil penelitian di Teheran pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara indeks pemaafan dan kepuasan perkawinan (P<0,05).

 

Manfaat dari pemaafan,  berdampak positif   pada kesehatan fisik, mental sosial dan spiritual. Tidak memaafkan dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan seperti kesepian, keterasingan, dan isolasi sosial. Ada   juga   bukti   kurangnya   sikap   memaafkan   menimbulkan peningkatan  kejadian  depresi  baik  pada  pasangan  pria  maupun wanita.

 

Berdasarkan penggolongan, pemaafan dibedakan menjadi dua yaitu: Memaafkan diri sendiri (Self forgiveness) yaitu memaafkan yang melibatkan perubahan emosi dari perilaku negatif menjadi positif. Perubahan cara pandang diri sendiri dari rasa bersalah, malu, dan marah terhadap diri sendiri mengganti perasaan empati, kasih sayang dan cinta terhadap diri sendiri. Kedua memaafkan orang lain (Others forgiveness) yaitu memaafkan seseorang yang disertai perbaikan penilaian terhadap peristiwa yang menyakitkan dengan memberikan reaksi emosi positif yang nantinya akan memunculkan pemberian maaf terhadap pelaku atau peristiwa yang dialami.

 

Beberapa ayat dalam Al-Qur’an ternyata tidak ditemukan ayat yang meminta untuk meminta maaf, tetapi yang banyak adalah perintah untuk memberi maaf, seperti dalam Qur’an Qur’an surat Ali-Imran ayat 134, Qs AnNur ayat 22, Qs Asy syura ayat 40 dan lain-lain.

 

Terdapat empat tahapan dalam proses memaafkan, Pondasi awal yang harus dilakukan individu agar mampu untuk memaafkan adalah membalut sakit hati. Jika akan memulai proses memaafkan, pihak yang disakiti tidak boleh membiarkan rasa sakit hati yang ada karena hal ini dapat menghilangkan kebahagiaan, yang kedua meredakan kebencian, yang ketiga Upaya penyembuhan diri sendiri membutuhkan proses yang cukup panjang. Bila individu sudah memaafkan, ia tidak akan pura-pura bahwa ia tidak merasakan sakit dan tetap menganggap bahwa orang menyakitinya adalah orang yang penting dalam kehidupannya.
ke empat berjalan bersama perlu digaris bawahi pada tahap ini adalah ketulusan, baik dari pihak yang menyakiti maupun pihak yang tersakiti. Selain ketulusan, untuk dapat berjalan bersama kembali, dibutuhkan kepercayaan yang kuat. Pihak yang menyakiti memohon maaf dan berikrar untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi dan pihak yang tersakiti memberi maaf serta percaya terhadap janji yang diberikan.

 

Untuk menjaga kesehatan mental dalam keluarga maka berilah pemaafan dan kebahagiaaan pada keluarga inti, karena seperti pesan yang disampaikan Prof Dr. M. Yasir “Jika keluarga inti mendapat kebahagiaan, maka cinta yang kita dapat dari keluarga kita, akan menguatkan cinta kepada orang-orang disekitar kita, apakah itu dikantor atau ditempat kerja atau dimanapun kita berada, kita akan memberikan contoh bagi orang-orang disekitar kita”.

 

Terakhir mari kita renungi  bersama pasangan kita, pesan maulana jalaludin rumi “untuk hidup yang hanya sepanjang setengah tarikan nafas jangan tanam apapun kecuali cinta’’.

=