Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa
World Mental Health Day (WMHD) atau lebih
dikenal dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) diperingati setiap tahunnya
pada tanggal 10 Oktober, untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat
tentang pentingnya kesehatan mental. Peringatan ini juga merupakan momentum untuk
berbicara tentang kesehatan mental, bagaimana cara menjaganya, dan pentingnya
mencari bantuan bila mengalami permasalahan.
Kesehatan mental pada
dasarnya meliputi aspek biologi, psikologis, hubungan sosial seorang individu
dan spiritual. Dari aspek tersebut, ada beragam pengaruh yang dihasilkan
diantaranya cara berpikir seseorang dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku.
Akhir-akhir ini di
Indonesia dihebohkan berita meninggalnya artis ternama secara mendadak Ibu Marissa
haq hal ini menjadi kesedihan yang mendalam bagi suami
tercinta ikang fawzi. Pasangan yang jauh dari ghibah ini, mengingatkan kita
akan kesetiaan cinta Presiden BJ Habibie dan Ibu Ainun. Berita kesetiaan cinta masih
jarang di Indonesia, Berita perceraian memenuhi beranda sosial media
masyarakat.
Data Badan Pusat Statistik memaparkan kasus
perceraian di Indonesia mengalami peningkatan 53,50% didapatkan sebanyak
447.743 kasus pada tahun 2021 dan pada tahun 2022 meningkat lagi 15,3%
didapatkan 516.344 kasus perceraian yang tercatat. Perselisihan dan
pertengkaran menjadi penyebab terbesar perceraian di Indonesia dan hal ini
beresiko tinggi membuat kesehatan mental terguncang.
Untuk menjaga Kesehatan jiwa dalam keluarga,
maka mengakhiri konflik dalam rumah tangga, merawat keharmonisan dan menguatkan
kepuasan perkawinan adalah solusinya. Ada beberapa pilihan yang dilakukan
pasangan saat terjadi konflik. Pertama, melawan konflik dengan perselisihan
menggunakan emosi nada tinggi. Kedua, menghindar dari masalah serta menolak
mengakhiri konflik. Ketiga, memberikan solusi konflik yang bertujuan pada
perdamaian dan pemaafan.
Dalam perkawinan, pemaafan sangat berarti
karena kaya akan manfaat, diantaranya bisa meningkatkan kepuasan perkawinan.
Ketika individu memaafkan, maka perilaku memaafkan akan timbul dalam pikiran,
perasaan, dan tingkah laku. Termasuk bisa membantu memulihkan komitmen serta
kedekatan hubungan setelah terjadi kejadian yang menyakitkan.
Sifat memaafkan mengacu pada pemahaman
seseorang yang cenderung memaafkan orang lain atas pelanggaran dalam berbagai keadaan,
termasuk situasi yang melibatkan hubungan interpersonalnya. Proses memaafkan
secara sadar mencakup kecenderungan untuk menjauhi dari pikiran, perasaan,
serta perilaku negatif kepada pikiran, perilaku dan perasaan yang positif.
Selain sebagai upaya menyelesaikan konflik
rumah tangga, pemaafan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan perkawinan. Pemaafan memegang kunci untuk memahami bagaimana
individu dapat mempertahankan hubungan interpersonal yang baik ketika kesalahan
telah terjadi di antara pasangan.
Namun apabila kesalahan yang terjadi adalah
perselingkuhan ditambah kekerasan dalam rumah tangga maka itu ibarat api yang
sedang menyala dan berpotensi menghanguskan keluarga, maka hal pertama yang
dilakukan adalah melakukan berbagai upaya untuk memadamkan api tersebut. Namun
jika upaya-upaya itu tidak lagi bisa memadamkan kobaran api, maka langkah
terbaik bukanlah bertahan dalam kobaran api yang sudah pasti membahayakan,
namun berupaya untuk menyelamatkan diri dan anggota keluarga yang lain agar
tidak terbakar.
Akan tetapi jika masalah yang terjadi karena
perbedaan pendapat, sama-sama lelah dalam bekerja atau sama-sama sedang tahapan
lanjut pendidikan, maka pemaafan adalah solusi terbaik seperti hasil penelitian
di Teheran pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara indeks pemaafan dan kepuasan perkawinan (P<0,05).
Manfaat dari pemaafan, berdampak positif pada kesehatan fisik, mental sosial dan spiritual. Tidak memaafkan
dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan seperti kesepian, keterasingan,
dan isolasi sosial. Ada juga bukti
kurangnya sikap memaafkan
menimbulkan peningkatan
kejadian depresi baik
pada pasangan pria
maupun wanita.
Berdasarkan penggolongan, pemaafan dibedakan
menjadi dua yaitu: Memaafkan diri sendiri (Self forgiveness) yaitu
memaafkan yang melibatkan perubahan emosi dari perilaku negatif menjadi
positif. Perubahan cara pandang diri sendiri dari rasa bersalah, malu, dan
marah terhadap diri sendiri mengganti perasaan empati, kasih sayang dan cinta
terhadap diri sendiri. Kedua memaafkan orang lain (Others forgiveness) yaitu
memaafkan seseorang yang disertai perbaikan penilaian terhadap peristiwa yang
menyakitkan dengan memberikan reaksi emosi positif yang nantinya akan
memunculkan pemberian maaf terhadap pelaku atau peristiwa yang dialami.
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an
ternyata tidak ditemukan ayat yang meminta untuk meminta maaf, tetapi yang banyak
adalah perintah untuk memberi maaf, seperti dalam Qur’an Qur’an surat Ali-Imran
ayat 134, Qs AnNur ayat 22, Qs Asy syura ayat 40 dan lain-lain.
Terdapat empat tahapan dalam proses memaafkan, Pondasi
awal yang harus dilakukan individu agar mampu untuk memaafkan adalah membalut
sakit hati. Jika akan memulai proses memaafkan, pihak yang disakiti tidak
boleh membiarkan rasa sakit hati yang ada karena hal ini dapat menghilangkan
kebahagiaan, yang kedua meredakan kebencian, yang ketiga Upaya
penyembuhan diri sendiri membutuhkan proses yang cukup panjang. Bila
individu sudah memaafkan, ia tidak akan pura-pura bahwa ia tidak merasakan
sakit dan tetap menganggap bahwa orang menyakitinya adalah orang yang penting
dalam kehidupannya.
ke empat berjalan bersama perlu digaris bawahi pada tahap ini adalah
ketulusan, baik dari pihak yang menyakiti maupun pihak yang tersakiti. Selain
ketulusan, untuk dapat berjalan bersama kembali, dibutuhkan kepercayaan yang
kuat. Pihak yang menyakiti memohon maaf dan berikrar untuk tidak mengulangi
kesalahannya lagi dan pihak yang tersakiti memberi maaf serta percaya terhadap
janji yang diberikan.
Untuk menjaga kesehatan mental dalam keluarga
maka berilah pemaafan dan kebahagiaaan pada keluarga inti, karena seperti pesan
yang disampaikan Prof Dr. M. Yasir “Jika keluarga inti mendapat kebahagiaan,
maka cinta yang kita dapat dari keluarga kita, akan menguatkan cinta kepada
orang-orang disekitar kita, apakah itu dikantor atau ditempat kerja atau
dimanapun kita berada, kita akan memberikan contoh bagi orang-orang disekitar
kita”.
Terakhir mari kita renungi bersama pasangan kita, pesan maulana jalaludin
rumi “untuk hidup yang hanya sepanjang setengah tarikan
nafas jangan tanam apapun kecuali cinta’’.