Serambiupdate.com Lima pelaku itu terdiri dari dua pelajar SMK, dua mahasiswa dan seorang pengangguran yang ditangkap pada Sabtu (9/4). Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indriadi, kelimanya akan dijerat dengan pasal penganiayaan berat berencana.
“Terhadap para tersangka, kami jerat pasal 353 ayat 3 KUHP,
tentang penganiayaan berat berencana, subsider 351 ayat 3, tentang penganiayaan
yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau penganiayaan berat. Penganiayaan
berencana ancaman maksimal 9 tahun, dan penganiayaan berat ancaman maksimal 7
tahun,” papar Ade dalam konferensi pers, Senin (11/4) siang.
Penganiayaan berujung hingga korban meninggal. Bermula ketika
rombongan geng tersebut disalip oleh sekelompok siswa di jalan. Melihat hal
tersebut, rombongan geng merasa tertantang, mereka kemudian terlibat perselisihan
di jalan. Di lain waktu, lima anggota geng ini berhenti dan menunggu kelompok
siswa yang mereka incar. RS, sang eksekutor aksi mengayunkan gir sepeda motor
berdiameter 21 cm. Ia mengikatnya di ujung sabuk beladiri berwarna kuning.
Ayunan gir itu mengenai D. Kemudian sempat dirawat di rumah sakit sebelum
akhirnya meninggal dunia.
Sebelumnya geng pelaku ini terlibat dalam tawuran di lokasi
lain yang berhasil dibubarkan polisi. Dalam pelarian itu, mereka bertemu
kelompok siswa sekolah lain, hingga insiden itu terjadi pada Minggu (3/4) pukul
02.00 WIB.
sosiolog dari Universitas Widya Mataram, Yogyakarta, Dr
Mukhijab, mengatakan bahwa sejarah geng sekolah di Yogyakarta sudah bermula
sejak 1980-an.
“Yogya punya sejarah panjang soal geng sekolah dalam konteks
negatif. Geng menjadi simbol kekerasan karena ada sebagian anggotanya yang
ingin menunjukkan eksistensi mereka, dengan cara kekerasan,” kata Mukhijab
ketika dihubungi VOA.
“Berkelompok adalah naluri manusia, termasuk anak-anak
sekolah. Tidak hanya di Yogya, membentuk komunitas adalah fenomena umum setiap
sekolah di manapun. Kegiatan kelompok itulah yang membedakan, apakah mereka
mengarah ke tindakan positif atau negative,” lanjut Mukhijab.
“Awalnya adalah pertemanan yang positif. Ada orientasi
internal, pemberdayaan anggotanya tanpa tendensi kekuasaan. Ada orientasi
eksternal, jika positif misalnya kompetisi olahraga, sementara yang negatif
misalnya show of power. Itulah yang kemudian kita sebut geng sekolah,” papar
Mukhijab.