Notification

×

Iklan

Iklan

Budaya Patriarki

22 Maret 2022 | Selasa, Maret 22, 2022 WIB | Last Updated 2022-03-22T03:07:00Z



Oleh : Sandra Rosalie

Mahasiswa Uhamka


Budaya adalah suatu kebiasaan maupun cara hidup yang telah diberikan oleh orang-orang terdahulu secara turun menurun. Budaya tentunya terbentuk atas unsur yang rumit termasuk sistem politik, agama, ekonomi, adat istiadat, bahasa, karya seni dan lain sebagainya. 

Di Indonesia sendiri tentunya terdapat berbagai macam budaya yang tersebar luas di setiap daerahnya dan melekat di dalam diri masyarakat setempat. Namun, tetapi terdapat suatu budaya di Indonesia yang melekat hampir ke seluruh lapisan masyarakat dari tahun ke tahun. Tak lain dan tak bukan ialah Budaya Patriarkis.

Melihat dari buku  feministme though karya Putnam Tong. Asal muasal lahirnya sistem patriarki dijelaskan oleh Engels sistem patriarki ini lahir dan menjadi sistem yang bertahan terus sampai sekarang seakan-akan telah menjadi sistem yang alamiah (taken for granted). Menurut Engels, sistem patriarki dimulai ketika manusia mulai mengenal kepemilikan pribadi.

Sejak zaman prasejarah terdapat system pembagian kerja yang dimana para laki-laki bertugas memburu dan berperang makanan dengan peralatan yang ada pada zaman tersebut dan wanita bertugas untuk melakukan tugas domestik. Hal ini merupakan pembagian tugas yang berlangsung secara wajar untuk menghasilkan harmoni dalam masyarakat pada zaman prasejarah. 

Pembagian kerja mulai dinilai tidak wajar ketika dalam suatu titik sejarah perkembangan, manusia mulai mengenal dunia pertanian dan peternakan. Pada titik ini, keahlian untuk memelihara ternak berhasil dikembangkan. Tanah pun menjadi sesuatu yang penting ketika teknik untuk bercocok tanam ditemukan. Karena laki-laki adalah orang yang diserahi tugas untuk mengurus alat-alat pertanian dan peternakan, maka laki-laki mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan hasil produksi secara berlebihan. Dari sini pula timbul keinginan laki-laki untuk menguasai perempuan. Sejak saat itu wanita tidak lagi memiliki fungsinya sendiri, tetapi bekerja sesuai keinginan laki-laki. Dari sinilah akhirnya muncul sistem patriarki, seperti yang disampaikan Engels “Maka muncullah sistem patriarkal, dan sejak waktu itu wanita diubah menjadi makhluk pengabdi saja, wanita menjadi budak dari keserakahan laki-laki, dan menjadi mesin pembuat anak-anak belaka”.

Praktik budaya patriarki masih berlangsung hingga saat ini, bahkan setelah kemerdekaan bangsa. Dimana setiap warga negara dijamin oleh undang-undang akan perlindungan hak asasi manusianya sendiri. Namun, sangat disayangkan secara praktik hukum yang berlaku tidak mencerminkan hal tersebut. Masih ada ketimpangan hukum berdasarkan gender. Berbagai gerakan feminis dan aktivis perempuan masih gencar menyuarakan suaranya demi menegakkan hak mereka sebagai perempuan. Hal tersebut terus dilakukan oleh para femonis dan aktivis perempuan dikarenakan praktik budaya patriarki sendiri terlihat pada aktivitas domestik, ekonomi, politik, dan budaya, ya hamper di seluruh aspek kehidupan. Sehingga hasil dari praktik tersebut menyebabka berbagai masalah sosial di Indonesia seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual yang kian meningkat, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian. 

Berdasarkan masalahnya yang terjadi, hal tersebut merupakan dampak dari budaya patriarki dan  di Indonesia masuk ke dalam sistem blame approach, yaitu permasalahan yang diakibatkan oleh sistem yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan atau harapan. Permasalahan sosial yang disebutkan sebelumnya terus terjadi bahkan kasusnya terus meningkat. Hal ini dikarenakan sistem penegakan hukum yang lemah di Indonesia sehingga membuat kasus diatas terjadi secara terus menerus.


=