Notification

×

Iklan

Iklan

Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19

13 November 2021 | Sabtu, November 13, 2021 WIB | Last Updated 2021-11-13T01:13:51Z


Viola Alfiorelia

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat FIKES Uhamka 


Pandemi Covid-19 berdampak pada semua sektor kehidupan, tidak terkecuali pendidikan. Sebagai akibatnya, sebagian materi pembelajaran menjadi tugas mandiri peserta didik, maka menjadi “lumrah” jika pendidik memberi banyak tugas bahkan melebihi waktu yang seharusnya untuk pembelajaran. banyaknya tugas ternyata memunculkan “konsultan” jasa pembuatan tugas yang marak di sekitar kita, bahkan tidak tanggung-tanggung melayani juga ujian secara real time di masa pandemi, sebutlah semacam “joki ujian”. 

 

Sederhananya, “konsultan” jasa pembuatan tugas mulai tugas SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi merupakan ekuilibrium yang merefleksikan kemampuan satu pihak dan harapan pihak lain. Di satu sisi ada orang yang melihat peluang untuk menyediakan apa yang diharapkan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat memang menginginkannya. Apakah selesai sampai di sini?

 

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi profesional.

 

Belajar pada usia anak lebih efektif dilakukan dengan cara bermain. Bermain adalah suatu kegiatan yang serius tetapi mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Melalui bermain dan berbagai permainan yang menyenangkan, peserta didik dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual dalam sebuah pembelajaran.

 

maksud pemberian tugas adalah “memaksa” melakukan kegiatan belajar mandiri, yang umumnya terjadi karena materi pembelajaran begitu banyak, sementara waktu untuk pembelajaran daring tidak memadai.  Di masa pandemi, tugas peserta didik diberikan melalui sistem komputer berbasis Internet, bahkan tidak jarang koreksi pun otomatis melalui sistem. Tidak ada jaminan proses dan waktu yang lebih pendek dan instan ini dikerjakan sendiri oleh peserta didik. Tanpa mengerjakan sendiri, peserta didik akan mengalami kesulitan memahami materi pembelajaran itu, sehingga keputusan memakai “konsultan” jasa pembuatan tugas itu bagaikan menyelesaikan masalah dengan masalah lain.


Persoalannya sekarang apa tanggung jawab pendidik dan orang tua? Pendidik perlu mempertimbangkan tujuan yang hendak dicapai dari tugas itu, menentukan jenis tugas yang tepat sesuai kemampuan dan waktu penyelesaian tugas, bahkan menentukan metode pengerjaan yang meminimalkan berbagai bentuk kecurangan.

 

Pembelajaran daring, serta merta menyadarkan kita akan potensi luar biasa internet yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Tanpa batas ruang dan waktu, kegiatan pendidikan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Terlebih lagi, di era dimana belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir, sehingga pembelajaran daring adalah kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Namun, dibalik setiap sisi positif suatu hal, pastilah tersimpan sisi negatif, atau setidaknya kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Meskipun secara formal kegiatan pendidikan masih bisa dilakukan secara daring, namun karena siswa dan mahasiswa harus belajar di rumah, pendidikan karakter selama masa pandemi ini, rasanya menjadi sedikit terabaikan.

ketika kegiatan pendidikan dilakukan secara daring, dimana yang terjadi lebih banyak hanyalah proses pembelajaran, atau transfer pengetahuan saja, tak ada yang bisa menjamin siswa atau mahasiswa mendapatkan pendidikan karakter dari kedua orang tua mereka sesuai dengan nilai-nilai yang selama ini diajarkan oleh institusi pendidikan.

Misalnya saja di beberapa sekolah Islam, yang menekankan pendidikan karakter dengan kegiatan peribadatan seperti sholat sunnah dan wajib secara berjama’ah, atau pengajian Al Quran, otomatis saat ini tidak bisa melakukan kegiatan tersebut, karena siswa-siswa harus belajar di rumah. Memang, mungkin saja beberapa sekolah telah membuat mekanisme pelaporan kegiatan ibadah siswa di rumah, namun tetap saja kehadiran guru dan pendidik serta interaksi mereka dengan para siswa secara langsung diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan karakter yang komprehensif.

 

 


 

 


=