Serambiupdate.com Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyampaikan penyelenggaraan pendidikan vokasi berbasis kerja sama industri dan dunia kerja, serta pelaksanaan vaksinasi COVID-19 Tahun Anggaran (TA) 2021 dalam Entry Meeting Pemeriksaan BPK Perwakilan Jabar di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin (11/10/2021).
Terkait pendidikan vokasi, Ridwan
Kamil mengatakan Pemda Provinsi Jabar terus mendorong agar industri masuk ke
dalam kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Langkah ini dilakukan agar
para lulusan SMK bisa siap kerja.
Seperti diketahui lulusan SMK
merupakan penyumbang paling tinggi angka pengangguran di Jabar. Hal ini didasarkan
dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
lulusan SMK mencapai 14,87 persen pada Februari 2021.
"Jawa Barat sudah melakukan
persiapan beradaptasi karena penyumbang pengangguran tertinggi itu lulusan SMK.
Padahal SMK itu didesain untuk cepat kerja. Kedua kami melakukan
terobosan-terobosan dengan mengajak industri untuk mewarnai kurikulum SMK. Ada
SMK kurikulum Shopee," kata Kang Emil.
Lebih lanjut menurut Kang Emil,
SMK juga harus mulai meninggalkan hal-hal dan kebiasaan yang sudah tidak
relevan dengan dunia kerja. Mengingat saat ini, Indonesia sedang mengalami
salah satu disrupsi industri digital 4.0.
Menurut Kang Emil, disrupsi
industri 4.0 ini akan menghilangkan sekitar 75 juta pekerjaan yang sifatnya
rutin. Beberapa contoh pekerjaan yang bisa hilang dan digantikan, seperti
pegawai entri data, pegawai pembukuan akuntansi, Sekretaris Administrasi dan
Eksekutif, hingga pekerja pos.
Di sisi lain, kata Kang Emil,
akan ada 133 juta pekerjaan baru, seperti analis dan ilmuwan, spesialis big
data, spesialis teknologi baru, dan jasa layanan teknologi informasi.
"Pertama kita ada dua
disrupsi pertama disrupsi 4.0 dan COVID. Di mana-mana yang namanya disrupsi ada
dua, kita kalah atau kita beradaptasi," ucapnya.
Sementara itu terkait dengan
vaksinasi, Kang Emil menyebut Provinsi Jabar menjadi yang paling tinggi dalam
kecepatan rata-rata suntikan per hari. Berdasarkan data Komite Penanganan
COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN) per 7 Oktober 2021, kecepatan
rata-rata harian sudah mencapai 273.675 dosis per hari.
Sedangkan realisasi vaksinasi
Jabar per 10 Oktober 2021 adalah 26.703.228 dosis. Untuk mencapai target herd
immunity pada 31 Desember, Jabar masih harus meningkatkan kecepatan rata-rata
penyuntikan menjadi 589.728 dosis per hari.
"Karena kami penduduknya
paling besar dibandingkan Jakarta. Kemudian fasilitas pusat ngumpulnya di sana,
dikasih vaksinnya sama. Kalau vaksin kita mau selesai sesuai target di
Desember, kami butuh 15 juta dosis vaksin per bulan," ucapnya.
"Sampai Oktober baru dikasih
30 juta dari seharusnya dikasih 75 juta vaksin. Kalau vaksinnya 15 juta dan
kecepatan kami 500.000 per hari dapat ke kejar. Realitanya kami tidak dapat 15
juta per bulan, kami pernah tes sampai 450.000-an dalam sehari," imbuhnya.
Kang Emil mengatakan, ke depan,
fokus vaksinasi Jabar adalah wilayah aglomerasi seperti Bodebek (Bogor, Depok,
Bekasi) dan Bandung Raya. Untuk wilayah Bodebek yang menjadi fokus adalah
Kabupaten Bogor sedangkan di Bandung Raya salah satu yang menjadi perhatian
Pemda Provinsi Jabar adalah Kabupaten Bandung Barat.
"Sekarang kami ditargetkan
aglomerasi dulu. Bodebek dan Bandung Raya," tuturnya.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi
Jabar Agus Khotib mengatakan, ada baiknya SMK bisa terintegrasi dengan para
pelaku industri. Sehingga lulusan-lulusan SMK ini bisa menghasilkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang siap kerja.
"Terkait dengan vokasi ada
baiknya SMK ini sebaiknya terinterigasi juga dengan industri," kata Agus.
Berkaitan dengan program
vaksinasi, BPK Jabar mendukung terciptanya herd immunity pada akhir 2021.
Karena itu, BPK Jabar akan melakukan audit vaksin mulai dari hulunya dalam hal
ini adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bio Farma untuk
menanyakan terkait dengan distribusi dan penyediaan vaksin.
"Kami sadari persediaan
vaksin terbatas. Kami melakukan pemeriksaan di hulunya yaitu penyediaan vaksin.
Misalnya ke Bio Farma kenapa ketersediaan vaksin itu begitu lambat
sekali," kata Agus.