Pelaksana tugas (Plt.)
Puskurjar, Zulfikri Anas, mengatakan bahwa menaati peraturan administrasi
bukanlah syarat utama kurikulum mandiri, melainkan kecintaan guru kepada siswa
dan cara guru dapat menggunakan mata untuk memahami kebutuhannya agar dikenali.
Selanjutnya, Zulfikri
Anas menjelaskan bahwa pendidikan berkaitan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara
yang membebaskan manusia lahir dan batin. Guru perlu meringankan beban
siswanya, dan itu tidak mungkin terjadi apabila guru masih terikat dengan
administrasi yang rumit dan materi yang banyak.
“Kurikulum Merdeka memberikan
kemerdekaan pada siswa dan juga gurunya dalam memilih metode yang paling tepat
sesuai kebutuhan siswanya. Oleh sebab itu, guru harus mengenal dulu siswanya
sebelum menyampaikan materi. Upaya mengembalikan pendidikan ke marwah yang
sebenarnya dapat dicapai melalui kurikulum ini,” ungkap Zulfikri.
Terkait hal itu, Sofyan
Tan anggota X DPR RI yang hadir pula pada acara ini mendukung kurikulum
merdeka. Sofyan mengatakan bahwa seorang guru adalah seorang fasilitator yang
sangat bisa memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar. Dalam
mengoptimalkan pembelajaran, guru tidak terbatas pada penggunaan perangkat yang
tepat dan dapat memfasilitasi pemahaman siswa terhadap materi.
“Belajar harus bahagia
seperti bermain di dalam taman. Bermain menghasilkan inovasi terbaru, di mana
siswa pulang lebih pintar, lebih ramah dan lebih bahagia. Jika anak pulang
dalam keadaan stres maka guru itu gagal,” ujar Sofyan.
Lebih lanjut Sofyan
menjelaskan, saat ini hampir 80 persen sekolah menerapkan kurikulum mandiri.
Kurikulum mandiri mendorong anak untuk berpikir logis dan mengembangkan
kemampuan menerima kritik. Inilah salah satu nilai penting yang harus dimiliki
oleh generasi mendatang. Selain itu, tuntutan yang semakin meningkat dibuat
untuk keterampilan generasi mendatang, sehingga anak-anak harus menguasai
berbagai bidang pengetahuan dan keterampilan (multi disiplin Ilmu).
Sofyan menilai penerapan
kurikulum mandiri sangat penting untuk kondisi dan kebutuhan kehidupan
profesional ke depan. Oleh karena itu, implementasi kurikulum merdeka menjadi
penting untuk dipertahankan agar berjalan terus menerus hingga ke jenjang
perguruan tinggi.
“Suatu barang akan
berubah nilainya tergantung pada lingkungan di mana dia berada. Kurikulum
Merdeka sangat penting untuk kelanjutan pendidikan anak sampai ke perguruan
tinggi, karena anak harus bisa multidisiplin, tidak bisa hanya satu disiplin
ilmu saja agar mereka bisa berhasil,” jelasnya.
Salah satu peserta bakti
sosial, Romania Theresia Nababan, guru SD swasta Parulian 1 Medan mengatakan
kurikulum Merdeka fleksibel. Sebagai seorang instruktur mengemudi, dia
bersemangat menerapkan apa yang telah dipelajari kepada para siswa dan
membagikannya dengan sesama guru di sekolah tempat dia mengajar.
“Meskipun sekolah kami
masih dalam proses mendaftar Kurikulum Merdeka, namun saya mulai menerapkan
budaya positif di sekolah agar Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)
bisa tercipta secara merata. Saya tidak terlalu berpatokan kepada buku lagi
namun belajar dari platform Guru Berbagi, Guru Belajar, dan melalui youtube
lalu saya ajarkan ilmu yang saya dapat kepada siswa,” jelas Romian.
Peserta lain, Guru SD
Hidup Baru, Rentha Siregar merespons dengan baik kegiatan sosialisasi ini.
menanggapi kegiatan sosial ini dengan baik. Menurutnya, para guru semakin akrab
dengan kurikulum Merdeka yang merupakan kelanjutan dari pendidikan K-13, namun
kurikulum Merdeka lebih berpusat pada siswa. Rentha berharap setelah mengikuti
kegiatan ini, ia dan teman-temannya dapat bekerja sama dengan lebih baik dan
memiliki pemahaman yang sama tentang kurikulum mandiri.
Lebih lanjut Rentha
menjelaskan, di sekolah tempatnya mengajar, masih ada guru-guru yang belum
memahami kurikulum ini dan menganggap mengganti kurikulum itu melelahkan.
“Guru
sebagai fasilitator harus memiliki kekuatan dan energik karena siswa SD punya
energi yang luar biasa, namun ketika mereka bisa belajar sambil bermain maka
mereka akan merasa senang dan nagih terus ingin belajar,” Tutur Rentha.
(Nanda/dyl)