Serambiupdate.com - Saat ini, Jepang sedang menghadapi masalah penurunan tingkat kelahiran yang terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan, yang berdampak pada berbagai hal termasuk penutupan sekolah di banyak pedesaan di Jepang.
SMP Yumoto yang terletak di wilayah pegunungan Jepang utara dikabarkan oleh kantor berita Al Jazeera akan ditutup karena kedua muridnya, yaitu Eita Sato dan Aoi Hoshi, telah lulus pada awal April 2023. Kedua murid ini menjadi yang terakhir dari sekolah tersebut yang telah berdiri selama 76 tahun.
"Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut," ujar Eita.
Penurunan tingkat kelahiran di Jepang terjadi lebih cepat dari perkiraan, sehingga menyebabkan penutupan sekolah yang semakin meningkat, terutama di daerah pedesaan seperti Ten-ei, yang merupakan area ski pegunungan dan sumber mata air panas di prefektur Fukushima.
Penurunan tingkat kelahiran merupakan permasalahan regional di Asia, dimana biaya merawat anak telah mengurangi jumlah kelahiran di negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan China. Namun, situasi di Jepang dianggap sangat kritis.
Fumio Kishida, Perdana Menteri Jepang, berjanji akan mengambil 'tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya' untuk meningkatkan tingkat kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan pro-anak dan menekankan pentingnya lingkungan pendidikan.
Saat ini, tingkat kelahiran di Jepang turun di bawah angka 800.000 pada tahun 2022, yang merupakan rekor terendah baru. Perkiraan pemerintah sebelumnya memperkirakan angka tersebut baru akan tercapai dalam 8 tahun ke depan.
Menurut catatan pemerintah Jepang, sekitar 450 sekolah ditutup setiap tahunnya. Dalam kurun waktu antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah tutup secara permanen. Hal ini menyulitkan daerah terpencil untuk menarik penduduk baru dan lebih muda.
“Saya khawatir orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai sebuah keluarga jika tidak ada sekolah menengah pertama,” kata ibu Eita, Masumi, juga lulusan Yumoto.
(Umar Syaid/adp)