Oleh : Zahra Aleyda Permata Sari
Mahasiswa FKIP Uhamka
Hubungan yang baik ditandai oleh komunikasi yang baik. Dalam mewujudkan komunikasi yang baik diperlukan hubungan timbal balik dari lawan bicara kita. Namun bagaimana jika lawan bicara kita ternyata justru mengabaikan kita? Sangat canggung dan mengganggu pikiran kita bukan? Inilah yang disebut dengan silent treatment.
Silent treatment merupakan salah satu cara dalam berkomunikasi yang biasanya dilakukan saat seseorang sedang marah terhadap orang terdekat. Komunikasi pada kondisi ini dalam bentuk non verbal karena tidak ada percakapan melainkan dengan sikap tubuh yang menunjukkan pengabaian kepada lawan bicaranya. Pengabaian ini tidak hanya berlaku pada pasangan kekasih saja melainkan juga berlaku kepada keluarga, teman, tetangga, dan lainnya yang bisa berpotensi mengakibatkan konflik.
Maraknya orang-orang yang menggunakan silent treatment sebagai penyelesaian konflik yang tengah mereka alami membuat silent treatment ini menjadi jalan keluar semua permasalahan. Mereka menganggap dengan cara mengabaikan lawan bicaranya masing-masing dari mereka dapat mencari jalan tengah dalam menyelesaikan konflik yang tengah terjadi, yaitu dengan berdiam diri dan memikirkan solusi terbaiknya. Namun pada kenyataannya walaupun dengan cara memutus kontak sementara antar individu justru malah mendatangkan konflik yang jauh lebih berat lagi.
Konflik ini terjadi semakin parah jika pengabaian ini berlangsung selama kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Hal ini akan mempengaruhi kondisi mental dari yang memberikan pengabaian serta orang yang diabaikan. Tingginya rasa egois dan takut juga menjadi salah satu faktor pengabaian ini bisa berlangsung hingga tak bisa dipastikan.
Dampak dari mendiamkan pasangan atau lawan bicaranya berawal dari sang lawan bicara tersebut akan menjadi bingung serta cemas lalu kemudian berpikiran macam-macam mengenai sebab-akibat seseorang mendiamkannya. Padahal mungkin saja orang tersebut hanya sedang dalam kondisi kecapekan dan tidak ingin diganggu untuk sementara, namun berkat tindakan pengabaian ini seseorang yang merasa diabaikan justru malah bisa tertekan secara psikologisnya dan tidak menutup kemungkinan akan berkembang menjadi berbagai masalah kesehatan yang lain seperti gangguan makan, kecemasan, fibromyalgia, hingga gangguan depresi.
Hal ini sebisa mungkin harus dihindari, karena jika tidak maka permasalahan yang terjadi akan semakin runyam dan sulit untuk mencari solusi akhirnya. Dibutuhkan kesabaran ekstra dan pikiran dingin untuk berani memulai pembicaraan pertama. Namun apabila orang yang mengabaikan tidak kunjung bisa diajak bekerja sama maka jalan solusi terakhir adalah meminta maaf dan bersikap seperti biasa kembali. Cara ini rata-rata sangat efektif dalam menyelesaikan konflik batin dan tidak menutup kemungkinan bisa saja setelah sikap kita yang kembali seperti biasa orang yang mengabaikan kita juga akan bersikap biasa dan lambat laun mulai melupakan persoalan tersebut.
Namun apabila yang mengabaikan tidak kunjung luluh dengan hal ini, maka diputuskan bahwa kalian sebagai orang yang diabaikan harus menjaga jarak sebentar dan kembali berhubungan lagi sesuai kesanggupan hati kalian. Sebab permasalahan ini menyangkut kekuatan mental, dan tidak semua orang mempunyai mental yang kuat dalam menghadapi masalah pengabaian ini.
Permasalahan memang harus segera diketahui sumber awalnya, namun jika orang yang terlibat masalah ini tidak bisa diajak bekerja sama maka ada baiknya kita mengambil nafas sebentar dan kembali lagi dengan mental yang jauh lebih kuat atau mencari orang baru sebagai pengalihan permasalahan kalian yang tidak kunjung mereda. Sesuai dengan kesanggupan kalian. Namun apapun itu, jangan pernah putus semangat. Selalu akan ada jalan keluar dibalik setiap permasalahan yang terjadi.