Serambiupdate.com Pendidikan vokasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki keterkaitan yang erat karena menjadi tumpuan dalam membuka lapangan pekerjaan sekaligus menciptakan sumber daya manusia yang andal. Pendidikan vokasi yang berorientasi pada keahlian menciptakan sumber daya manusia (SDM) siap kerja. Sementara sektor koperasi dan UMKM merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Sayangnya, pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap ketahanan sektor UMKM.
Ketua
Umum CEO Business Forum, Jahja Sunarjo menyampaikan bahwa dari 64 juta UMKM di
Indonesia, sekitar 78% sudah di ambang kesusahan. “UMKM kita sedang menghadapi
tantangan yang sangat berat 15-16 bulan menghadapi pandemi. Dan pemerintah
sudah habis-habisan mempertahankan ekonomi, tapi ternyata tidak cukup,” ujar
Jahja dalam webinar Riset Keilmuan Terapan Pendidikan Tinggi Vokasi dengan tema
“Solusi Riset Terapan Vokasi Untuk Resiliensi UMKM” seperti dikutip dalam
keterangan yang diterima Jumat (16/7/2021).
Jahja
menyampaikan bahwa sektor yang harus menjadi prioritas untuk diselamatkan saat
ini adalah UMKM dan koperasi karena keduanya menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan. “Kekuatan ekonomi tidak akan
lagi bergantung pada konglomerasi, tapi pada koperasi dan UMKM,” tutur dia.
Di
sisi lain, Jahja menambahkan, di saat pandemi ini banyak lulusan politeknik,
sekolah menengah kejuruan (SMK), dan universitas yang tidak tertampung. “Lebih
baik mereka kembali ke daerah masing-masing dan menjadi motor UMKM di sana
sehingga UMKM kita menjadi lebih tangguh dan memiliki manajerial yang lebih
baik. Dan digitalisasi juga akan lebih cepat terjadi karena generasi muda ini
yang akan membawa perubahan ke daerahnya masing-masing,” tuturnya.
Director
of Business & Marketing SMESCO Indonesia, Wientor Rah Mada mengatakan,
digitalisasi menjadi salah satu cara membuat UMKM di Indonesia lebih resilience
dan survive.
Menurut
Wientor, di seluruh kementerian/lembaga di Indonesia ada sekitar 3.000 program
yang semuanya bertujuan untuk meng-onboarding-kan UMKM ke digital. Karenanya,
ia optimistis pada tahun 2024 jumlahnya menjadi 30 juta. Kalau para UMKM sudah
memanfaatkan digital untuk bisnis, maka hasilnya akan signifikan terhadap
penjualan UMKM itu sendiri.
Selain
digitalisasi, kemampuan riset juga menjadi salah satu syarat UMKM untuk dapat
berkembang dan berekspansi. Sayangnya menurut Wientor, para UMKM ini sudah
terlalu sibuk dengan produksi mereka sehingga tak sempat untuk riset. “Karena
itu, untuk membantu proses riset mereka, dibutuhkanlah pihak ketiga seperti
dari vokasi atau akademisi,” ujar Wientor.