Notification

×

Iklan

Iklan

Biaya Pendidikan Kedokteran Menjadi Sebuah Kekhawatiran bagi Mahasiswa

06 Oktober 2021 | Rabu, Oktober 06, 2021 WIB | Last Updated 2021-10-06T01:34:37Z


Serambiupdate.com
Pakar Biomolekuler Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof Yuwono mengkritisi biaya pendidikan dokter yang tergolong sangat mahal. Hal ini menjadi sebuah kekhawatiran karena akan membuat para lulusan fakultas kedokteran bekerja hanya dengan maksud untuk mengembalikan modal pendidikan yang telah diinvestasikan.

 

Artinya, dokter di masa depan memiliki orientasi untuk bekerja mencari uang saja. Dokter tidak lagi bekerja berdasarkan kepentingan untuk menyelamatkan masyarakat, melainkan demi menghasilkan cuan.

 

Profesor Ilmu Kedokteran Unsri ini menyampaikan, jika benar terjadi seperti itu, tentunya ini menyimpang dari kewajiban dokter kepada pasien yang wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien.

 

Adapun, hal ini ia sampaikan melalui akun media sosialnya @profyuwono. Dalam tulisannya dia sedikit membagikan pengetahuannya dengan awalan Ongkos Jadi Dokter.

 

Sebagai sebuah pengantar, Prof Yuwono juga mengatakan bahwa pekerjaan sebagai dokter relatif hanya bisa didapatkan oleh orang yang memiliki uang. Sebab, diketahui bahwa biaya yang harus dikeluarkan orang tua sangat besar.

 

“Relatif hanya orang kaya yang mampu sekolah dokter. Investasi mendidik seorang untuk jadi dokter memang tidak murah,” tutur dia dalam akunnya dikutip JawaPos.com, Selasa (5/10).

 

Diketahui untuk di Unsri sendiri, pihak universitas menetapkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp 200 juta ketika masuk. Lalu, biaya preklinik Rp 30 juta per semester dan biaya klinik Rp 45 juta per semester.

 

“Saya khawatir, setelah jadi dokter, mereka berlomba cari duit utk mengembalikan investasi yang hampir 750 juta (12 semester),” tuturnya.

 

Diharapkan pemerintah dapat memberikan keringanan biaya bagi anak muda Indonesia yang bercita-cita sebagai dokter. Sehingga tidak ada talenta muda yang sia-sia.

 

“Moga pemerintah bisa membiayai ini 50 persen-100 persen, hingga anak-anak yang cerdas bertalenta, namun miskin, bisa menjadi dokter yang berakhlak, cerdas dan gemar menolong,” pungkas dia.

=