Notification

×

Iklan

Iklan

Pendididikan dan Suku Baduy

18 September 2021 | Sabtu, September 18, 2021 WIB | Last Updated 2021-09-23T11:50:47Z



Karya herdi faturrohman

Mahasiswa S1 Pendidikan B.Indonesia FKIP Uhamka

Pendidikan menjadi suatu hal biasa dilakukan dan menjadi kewajiban untuk masyarakat kita. Pemerintah sampai membuat peraturan wajib sekolah 12 tahun, bukan tanpa alasan, pemerintah menginginkan masyarakat Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain. Mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah berlangsung sejak 2015.

Untuk mendapatkan pendidikan sudah mudah, lalu bagaimana dengan anak-anak di Baduy? Apakah mereka juga mendapatkan pendidikan? Ternyata sampai saat ini suku baduy belum menggunakan sekolah formal untuk pendidikannya. Tapi sejak kecil, anak-anak di suku baduy sudah diajarkan ilmu dasar agama, pemahaman hukum adat, dengan model pengajaran papagahan atau saling mengajari sesama warga. Menurut Ayah Musri salah satu pemuka adat di baduy, ketika saya mengunjungi Desa Cibeo di Baduy Dalam bulan desember 2016 lalu, pendidikan memang penting untuk mencerdaskan anak bangsa, semua orang ingin bersekolah, orang baduy juga ingin merasakan seperti apa sekolah formal itu. Namun menurut beliau, banyak pertimbangan akan dampak yang terjadi jika suku baduy mendapatkan sekolah formal, seperti sekolah formal mengerjakan tugas untuk memenuhi kebutuhuan kepuasan, yang akan mengakibatkan masyarakat baduy akan meninggalkan kebudayaan. Sebab itu suku baduy lebih menutup diri untuk pendidikan formal yang akan membahayakan keberlangsungan budaya baduy yang sudah dilestarikan dari nenek moyang mereka.

Mungkin yang belum pernah datang langsung ke baduy akan berfikir bahwa suku baduy sangat menutup diri, tidak terbuka dengan perkembangan, dan anti teknologi. Jika sudah merasakan langsung datang kesana pasti akan tahu alasan sebenarnya. Mereka sangat menjaga budaya asli, melindungi alam mereka, mematuhi hukum adat yang berlaku, dan gaya hidup mereka teratur juga sehat. Beda sekali dengan kita masyarakat perkotaan yang hidupnya tidak teratur karena tingginya tuntutan hidup.

Berbicara tentang suku baduy mengingatkan akan perjalanan menuju Desa Cibeo Baduy Dalam yang membutuhkan waktu tiga jam perjalanan dengan track yang naik turun bukit. Jika selama perjalanan banyak istirahat karena kelelahan kemungkinan baru bisa sampai tujuan empat sampai lima jam. Jangan berfikir bahwa ada jalanan beraspal disana, jalan yang dilewati semuanya masih tanah, bebatuan, akar-akar pohon mirip ketika naik gunung. Pemandangan disana asri, udaranya masih sejuk, tidak ada kendaraan. Kita pengunjung dilarang merusak tanaman atau membunuh hewan yang kita lihat sepanjang perjalanan karena masyarakat baduy sangat menjaga kelestarian tempat tinggalnya.

Bayangkan jika masyarakat baduy sudah mendapatkan pendidikan formal dan sudah terkontaminasi dengan uang dan kekuasaan. Mungkin alam yang selama ini dijaga sudah berubah menjadi vila-vila mewah, jalanan di aspal, kendaraan berlalu lalang, anak-anak yang asyik bermain gadgetnya masing-masing. Tidak ada lagi wanita-wanita baduy yang pagi dan sore harinya berladang, atau anak-anak yang berlarian tanpa alas kaki dibatu-batuan. Banyaknya kecemburuan sosial yang terjadi. Tanpa pendidikan formal, suku baduy sudah mencerminkan dan mengajarkan kita untuk hidup sehat, sederhana dan tidak adanya kesenjangan sosial diantara warganya.

Mereka sangat patuh, melaksanakan hukum adat dengan sebaik mungkin. Walaupun saat ini mereka sudah mengerti uang, tapi tidak serakah seperti kita. Sudah saatnya kita belajar dari mereka yang tidak mengenyam pendidikan formal tetapi memiliki ilmu yang tidak bisa kita dapatkan di pendidikan formal.


=