Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY, Didik Wardaya, menjelaskan bahwa baik PGRI maupun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY secara konsisten mengimbau guru dan pihak sekolah untuk tidak menerima bentuk pemberian apapun dari siswa maupun orang tua. “Untuk sekolah negeri yang berada di bawah naungan Disdikpora DIY sudah dianjurkan untuk menolak pemberian. Saya juga sudah menyampaikan hal yang sama kepada guru-guru anggota PGRI,” ujarnya, Senin (28/4/2025).
Meskipun begitu, Didik mengakui bahwa praktik gratifikasi masih ditemukan, terutama di sekolah swasta berbiaya tinggi pada jenjang SD. Ia mencontohkan bahwa pada akhir tahun ajaran, pemberian hadiah atau kenang-kenangan dari siswa kepada guru masih sering terjadi. “Biasanya ini dilakukan sebagai bentuk terima kasih, tapi justru inilah yang perlu dihindari agar tidak menjadi kebiasaan buruk,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa meskipun tidak berdampak langsung terhadap kualitas pembelajaran atau hasil belajar siswa, praktik ini berpotensi menumbuhkan budaya ‘mengharap’ dari pihak guru.
Sementara itu, Jaka Susila Wahyuana dari Ombudsman RI Perwakilan DIY menyampaikan bahwa hingga kini belum ada laporan spesifik terkait gratifikasi kepada guru atau dosen. Namun ia tidak menampik bahwa praktik tersebut masih kerap terjadi, terutama saat momen kelulusan. “Biasanya orang tua siswa memberi hadiah kepada guru saat anaknya lulus,” tuturnya.
Menurut Jaka, belum adanya regulasi daerah yang secara tegas mengatur sanksi terhadap praktik ini turut menjadi penyebab lemahnya efek jera. Penanganan selama ini hanya sebatas teguran dan pembinaan jika ada laporan dari masyarakat. Padahal, berdasarkan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pemberian hadiah kepada guru yang berstatus sebagai aparatur pemerintah tergolong sebagai bentuk gratifikasi dan seharusnya ditolak.
(PMA/DYL)