Notification

×

Iklan

Iklan

Peluang Bisnis Makanan Halal

25 Mei 2023 | Kamis, Mei 25, 2023 WIB | Last Updated 2023-05-25T02:43:00Z



C:\Users\USER\Downloads\Pengertian-makanan-halal (1).jpg

Oleh : Dewi Ayu Indrawati

Mahasiswa FEB UHAMKA 


Islam merupakan rahmad bagi seluruh alam. Nilai dan ajaran islam tidak hanya merahmati umat islam, tapi juga seluruh umat manusia. Ajaran ini melingkupi semua aspek, mulai dari tata cara ibadah, muamalah, hingga kehalalan makanan. Secara bahasa kata halal berasal dari bahasa arab berarti diperbolehkan. Pengertian lebih lengkap dari halal adalah semua tindakan yang mengikuti peraturan perundamg-undangan hukum syariat islam.



Pengertian yang lebih kontemprorer dari makanan halal adalah produk yang telah ditangani dengan prosedur yang ketat, sehingga memiliki tingkat kehigenisan yang tinggi, serta memenuhi standar kebersihan dan gizi tertentu. Dengan kata lain, prinsip halal tidak lagi terbatas pada sebuah konsep eklusif yang hanya berhubungan dengan agama.



Pasar halal, jika dilihat pasar makanan halal terus tumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Thomson Reuters (2017) melaporkan, populasi muslim dunia menghabiskan 1,24 Triliun dollar AS untuk makanan dan minuman halal 2016. Jumlah ini setara dengan 17 persen total dari pengeluaran pasar global sebesar 7,3 Triliun dollar AS. Angka tersebut naik 6,2 persen dari tahun sebelumnya dan lebih besar dari pertumbuhan pasar global yang naik sekitar 3,7 persen. Angka itu diperkirarakan terus naik, diprediksi belanja untuk makanan halal mencapai angka 1,93 trilliun dolar AS pada 2022.



Untuk konteks Indonesia, data menunjukan Indonesia merupakan negara dengan belanja tertinggi untuk makanan halal jika dibandingkan dengan negara lain dengan total 170 milliar dollar AS. Peringkat berikutnya Turki dengan 121 miliar dollar AS, Pakistan 112 miliar dollar AS, dan Mesir 81 miliar dollar AS. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar produk makanan halal yang besar. Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2015 dan Malaysia 2014 menunjukan bahwa konsumen non-muslim di dua negara tersebut berpendapatan produk makanan halal mencerminkan nilai yang diharapkan dalam membeli produk makanan yaitu kualitas, kesehatan, dan aman untuk dikonsumsi (Mathew, Abdullah, dan Ismail: 2014; Ayyub:2015).



Hal ini menunjukan makanan halal makin populer di kalangan non-Muslim. Namun tidak hanya konsumen, tapi juga produsen makanan. Karena nilainya bersifat universal, banyak perusahaan multinasional (Misal Nestle, Unilever, Mc Donald’s, dan Tesco) baik di negara mayoritas dan minoritas Mulim juga konsep (Izberk-Bilgin & Nakata: 2016).



Bagaimana dengan konsumen non-Muslim Indonesia? Indonesia adalah negara majemuk, terdiri atas berbagai suku, bahasa dan agama. Jika dilihat dari populasi pemeluk agama, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010, jumlah populasi penduduk Indonesia adalah 237.641.326 orang. Penduduk Indonesia pada 2017 oleh BPS, yang dihitung berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, sebesar 261.890.900 jiwa. Merujuk pada sensus resmi BPS 2010, terdapat 87,18 persen orang beragama islam, sementara jumlah populasi non-Muslim adalah 12,82 persen (Naim dan Syaputra: 2011 ; BPS)



Alasan lain potensi pasar konsumen non-Muslim ini tidak boleh dilewatkan begitu saja adalah temuan penelitian terdahulu mengungkapkan, konsumen non-Muslim yang tinggal di negara mayoritas Muslim cenderung memiliki persepsi cukup baik terhadap produk halal (Rezai,Mohamed,dan Samsudin 2012). Mereka juga memiliki keinginan membeli produk halal (Aziz dan Chok: 2013). Jelas dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, konsep halal dalam bidang makanan diakui kebaikannya oleh semua umat, tidak hanya oleh umat  islam. Hal ini diantarnya karena makanan halal dipersepesikan sebagai makanan berkualitas, higenis, dan aman.


=