Notification

×

Iklan

Iklan

Krisis Pangan Dunia Akibat Pandemi Covid-19

08 September 2021 | Rabu, September 08, 2021 WIB | Last Updated 2021-09-08T10:50:07Z



Karya Dwi Ari Setia Wati

Mahasiswa D3 Perpajakan FEB Uhamka

Wabah Covid-19 adalah ancaman bagi seluruh dunia. Penyebarannya yang sangat masif, menyebabkan ribuan jiwa, meninggal dunia. Hal ini, akan memicu lumpuhnya aktivitas ekonomi secara Global, banyak negara-negara di dunia akan mengalami kelangkaan pangan. Negara-negara yang biasanya melalukan impor pangan, untuk saat ini, mereka tidak akan berani mengimpor kebutuhan pangannya ke negara lain. Saat ini, setiap negara yang memiliki cadangan pangan melimpah, mereka fokus untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri.

Bagi Negara-negara yang fokus di sektor pertanian, mereka tidak akan mengalami masalah yang sangat krusial. Tapi, bagi Negara yang fokus ke sektor industri, akan mengalami banyak kesulitan disaat menghadapi wabah seperti ini. Karena hanya Negara-negara yang kaya akan sumber daya alamlah, yang bisa bertahan dari krisis pangan saat menghadapi ancaman wabah. Badan pangan dunia (FAO) sudah mengingatkan bahwa pandemi corona telah melumpuhkan berbagai sector pertanian sehingga bisa memicu terjadinya krisis pangan diberbagai Negara pada April-Mei ini. Pada saat ini, pasar pangan akan semakin ketat. Karena itu pemerintah harus lihai mengatur pasokan dan distribusi pangan didalam negeri. "Kalau mengikuti pernyataan beberapa petinggi negara di Eropa, Amerika dan Asia, beberapa bulan ke depan setiap negara masih memikirkan dirinya sendiri. Jadi, kalau stok pangan di dalam negeri kurang, siap-siap saja untuk gigit jari," kata Azwar Hadi Nasution, peneliti INAgri [Institut Agroekologi Indonesia], kepada Mongabay Indonesia, Senin [13/04/2020]. Dikatakan alumni S2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB, ada enam jenis pangan yang harus menjadi perhatian Indonesia selama pandemi COVID-19, yakni beras, jagung, kedelai, bawang putih, daging [berkaki empat], dan ayam. "Jika tidak diantisipasi, kelangkaan pertama akan datang dari beras dan bawang putih. Dampaknya akan terasa mulai Maret-April 2020 dan puncaknya adalah Agustus-September 2020. Kita masih sedikit bernafas lega saat ini, karena panen raya padi sedang dimulai," katanya. Dilansir dari mongabay.co.id. 


Jalan keluar dari masalah ini adalah negara mencari solusi alternatif, menjadikan komoditas pangan lain sebagai pengganti makanan pokok, sehingga masyarakat tidak hanya bergantung pada satu komoditas tertentu. Tapi tetap harus memperhatikan kecukupan gizinya. Masyarakat yang berada di kawasan Asia Tenggara yang sangat bergantung pada makanan pokok, seperti nasi, bisa diselingi dengan pangan lain, yang banyak tersedia di negara tersebut. Contohnya, seperti umbi-umbian, jagung, dan sagu. Karena pangan tersebut, bisa menjadi makanan pengganti, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi. Sedangkan jangka panjangnya, kembalikan fungsi lahan pertanian, disesuaikan dengan banyaknya jumlah penduduk Negara tersebut. Dan manfaatkan tekhnologi pangan, untuk bisa mengolah bahan pangan menjadi produk yang bisa tahan lama, ketika suatu Negara menghasilkan panen raya yang berlimpah, bisa diolah untuk jangka panjang. Sudah saatnya Indonesia kembali fokus mengembangkan sektor pertanian, demi terciptanya kedaulatan pangan. Sebagaimana tercantum dalam UU pangan. 

Di Indonesia, isu pangan tidak hanya menjadi isu ekonomi namun juga telah menjadi komoditas politik. Bukan rahasia lagi bahwa urusan pangan kerap berkelindan dengan urusan politik. Ambil satu contoh misalnya kebijakan impor beras yang selalu menjadi kebijakan politis ketimbang kebijakan yang mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan ekonomi nasional. Maka, membenahi persoalan pangan menjadi kebijakan paling penting yang harus pemerintah pikirkan saat ini demi terwujudnya kedaulatan pangan di masa depan. Luas lahan pertanian akan terus menyusut seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk yang tentu menambah kebutuhan akan lahan hunian. Alih lahan pertanian menjadi lahan hunian adalah problem klasik yang terus menggerus angka produksi pangan kita. Diperlukan kebijakan radikal dari pemerintah agar lahan pertanian tidak dengan mudah dikonversi menjadi lahan hunian. Hal yang tidak kalah penting adalah negara harus mengembangkan pertanian berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks ini, kita patut belajar pada Thailand yang telah berhasil menjadikan sektor pertaniannya sebagai yang paling maju di Asia Tenggara. Sektor pertanian menjadi kunci perekonomian negara dan menjadi sumber pendapatan utama tersebut bagi mayoritas petani di Thailand.

Dalam islam mewujudkan ketahanan pangan merupakan bagian yang sangat penting. Karena melimpahnya bahan pangan menjadi bagian dari terwujudnya kedaulatan suatu Negara. Islam memiliki konsep dan visi yang jelas dalam mewujudkan ketahanan pangan. Syariah Islam juga sangat menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Dan bagi siapapun yang memiliki lahan pertanian, jika ia telantarkan tiga tahun berturut-turut maka hak kepemilikannya atas tanah itu hilang. Selanjutnya tanah yang ditelantarkan pemiliknya tiga tahun berturut-turut itu diambil oleh negara dan di distribusikan kepada individu rakyat yang mampu mengolahnya, tentu dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan pemerataan secara adil. Syariah Islam juga menjamin terlaksanannya fungsi pasar yang baik. Sehingga pasar tidak dikuasai oleh mafia kartel, dan pasar terhindar dari kecurangan dan praktek riba. Pasar dalam Negara islam, harus sesuai dengan aturan syariat. Begitupun dalam pengendalian suplai barang, Islam sudah mempraktekannya dengan baik. Hal ini pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khathab ra saat negara mengalami paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan. Umar bin al-Khathab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al-Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, "saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di hadapan Anda (di Madinah) dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut".

Seperti itulah Negara Islam memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah pangan, yaitu tidak mengabaikan nilai-nilai syariah di dalamnya. Sehingga bisa dapat dirasakan kemaslahatannya dan menjadi problem solving atas segala permasalahan yang menimpa. Maka, sudah seharusnya krisis pangan dan krisis ekonomi yang di hadapi oleh dunia secara global saat ini segera diselesaikan dengan aturan islam dan institusi negara yang menerapkannya.


=